Blinking Hello Kitty Angel Jurnal Bunga Matahari: 2017

Jumat, 27 Januari 2017

Saling mengingatkan itu memang sebuah keharusan.
Tapi ada sesuatu yang perlu digaris bawahi,
Mengingatkan dalam kebaikan dengan cara yang baik.
Cara yang baik. Bukan hanya sebuah cara yang dianggap sekelompok orang baik.

Sudah menjadi sebuah trend mengingatkan di media sosial, dengan sebuah gambar dan kata-kata. Namun yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana gambar dan kata-kata tersebut dapat mengantarkan maksud si pembuat dalam menyampaikan kebaikan jika tidak disampaikan dengan pengantar yang baik?

Pertanyaannya adalah, tersampaikan kah maksud sang pembuat ?

Kenyataannya yang saya pahami pun pun, agama islam yang mulia ini melarang seorang muslim untuk menakut-nakuti saudaranya.
Mereka yang berhati lembut dan sensitif mungkin langsung menghakimi dirinya sendiri setelah melihat pengingat tersebut. Mengapa mereka belum bisa berubah untuk jadi lebih baik, dan bersyukur melihat pengingat tersebut. 
Namun sebagian yang lain? jiwa mereka mungkin memberontak, berusaha memutar balikkan keadaan, mencari-cari kesalahan si pembuat dan menimbulkan perselisihan. Sampaikah maksud pengingat tersebut? tidak.

Beberapa waktu yang lalu saya menemukan sebuah gambar yang kemudian saya sesali mengapa tidak menyimpannya. Pada intinya adalah, yang harus kita perlakukan lemah lembut dan motivasi dengan kata-kata “ kamu adalah orang baik yang sedang berproses untuk menjadi lebih baik “ adalah orang lain, dan yang pantas untuk dihakimi dengan kalimat “ memangnya kanu sudah baik ? ” itu adalah diri kita sendiri.
Baiknya, sebelum membuat ‘pengingat’ untuk orang lain adalah, posisikan diri kita sebagai sang penerima pengingat. Senangkah, marahkah, atau sedihkah kita jika menerima pengingat semacam itu. Sesuatu yang disampaikan dengan hati akan lebih mudah untuk sampai ke hati, itu benar. Jangan sampai maksud baik kita malah menimbulkan sebuah perselisihan, bukan menjadi sebuah pencerahan. Jangan sampai maksud baik kita membuat kita membusungkan dada, membuat kita berpikir seolah-olah kita adalah manusia yang paling benar. 




Ditulis di Bogor, 22 Juni 2016. Malam ke 17 Ramadhan. 

Kamis, 26 Januari 2017

          Seorang anak kecil tak bisa diam dan merajuk di pelukan ibunya, di sebuah angkutan kota yang cukup padat. Mungkin mengantuk, sesak atau karena hawa yang memang cukup panas. Tetapi ia bingung, bagaimana mengatakannya? dan ia pun tak tahu harus melakukan apa. Suasana malam hari yang sepi menambah rasa yang tak dia suka.

        Ketika itu, seorang ibu paruh baya berwajah teduh yang duduk dihadapannya, menyadari bahwa  anak itu dipenuhi ketidaknyamanan. Ia menjawil tubuh kecil itu, dan menyembunyikan tangannya. Sang anak terdiam, menoleh kepada sosok yang mencolek tubuhnya dan sekarang tersenyum kepadanya. Seakan lupa pada semua rasa tak menyenangkan, Ia asyik dengan permainan colek dan sembunyi tangan, membuat sang ibu tersenyum lega.

      Sebuah pemandangan sederhana dengan makna kebaikan yang tersirat jelas. Bahwa tak perlu sesuatu yang besar untuk bahagiakan orang lain.

    Di saat orang-orang sibuk membicarakan pembesar-pembesar yang menyimpan segudang permasalahan berlalu lalang di media, orang baik masih besar jumlahnya. Mereka hanya kasat mata, tapi ada. Tidak banyak yang menyadari, padahal mungkin mereka disekitar kita.

         Doakan saja. Semoga Tuhan senantiasa mengkaruniakan mereka. Sinar kebaikan yang tak pernah padam dalam hatinya.