Blinking Hello Kitty Angel Jurnal Bunga Matahari: Perempuan itu (1)

Senin, 20 Agustus 2018

Perempuan itu (1)

Perempuan di hadapanku akan menangis.
Ada sesuatu yang menggenang di pelupuk matanya.
Kami duduk berhadapan di sebuah meja makan salah satu restoran cepat saji yang menawarkan menu-menu makanan korea di salah satu pusat perbelanjaan.

Ini pertama kalinya aku melihatnya menangis.
Selama ini yang kutahu dia adalah sosok yang mudah menerima segala sesuatu yang terjadi dan tidak terbebani.
Selama dia dapat mengatasi, maka itu bukan masalah baginya.
Dia sosok perempuan yang 'kuat' di mataku. Beda denganku, yang bahkan dapat panik dan hampir menangis hanya karena tiba-tiba mendapat giliran presentasi pada urutan pertama. Payah memang. Lupakan.

Perempuan itu menahan air mata  sambil berusaha tetap melahap makanannya seakan semuanya baik-baik saja.
Sesekali dia mempercepat gerakan tangannya. Memasukkan nasi suapan demi suapan.
Namun, di satu waktu gerakannya melambat. Bercerita sambil sesekali tersenyum dan tertawa.
Padahal yang ia kisahkan itu bagiku pilu.
Mungkin ia berusaha membuatku tidak terlalu menghiraukan air matanya.

Memandangnya membuatku tercekat.
Kata-kata yang ada dalam pikiranku tetap berada di tempatnya.
Aku terlalu takut untuk menyampaikan. Takut salah memilih kata-kata dan malah semakin melukai.
Memandangi seseorang yang memoles luka dengan tawa itu memang menyakitkan, ya.

Selesai bercerita, ia kembali tertawa kecil.
"Maaf kalau membebani," katanya.
"Jangan terlalu dipikirkan," tambahnya.
Aku hanya tersenyum tipis. Tak tahu harus membalas apa.

Niatku untuk pulang kuurungkan setelah tau ia masih butuh waktu.
Setidaknya untuk menutupi sedikit demi sedikit luka di hatinya.

Ia kembali bercerita setelah kami sampai dan duduk di pinggir danau yang tenang.
Tanpa air mata, aku harap perasaannya sudah lebih baik.
Kami mulai saling bercerita dengan bersemangat dan sesekali tertawa bersama.
Aku harap dapat sedikit membantu mengurai kesedihannya.

Tiba-tiba ia kembali meminta maaf.
Maaf karena sudah terlihat 'lemah' di hadapanku.
Dan aku hanya mengerutkan kening dan tersenyum.

Simpan maafmu, sayang.
Kesedihan itu salah satu pembuktian bahwa kita adalah manusia.
Bersyukurlah hatimu masih bisa merasakannya.
Bukan, bukan berarti kau lemah.
Kau lemah ketika kau menyerah,
dan membiarkan dirimu terombang-ambing dalam kesedihan itu.

Sedangkan kau,
Kau hebat karena sudah mau berbagi.
Kau hebat karena dapat menghadapinya dan tidak berlari.

Maaf, perempuan di sebelahmu ini seseorang yang sedikit canggung untuk memberikan sebuah pelukan.
Biarkan aku lakukan itu dalam doa-doaku,
atau sederhananya melalui aplikasi pesan singkat dengan stiker-stiker yang lucu.

Hari beranjak sore
dan kami berpisah di stasiun.
Dia akan naik kereta ke arah Jakarta dan aku sebaliknya.

Semoga perempuan itu tidur dengan perasaan yang lebih tenang malam ini.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar