Blinking Hello Kitty Angel Jurnal Bunga Matahari: Oktober 2020

Jumat, 30 Oktober 2020

Fariha.

Nama itu doa, aku percaya. 

Sepersekian detik setelah lahir ke dunia,
Pada belakang namaku, ayah dan ibu menyematkan kata "Fariha".

Kalau tidak salah, dalam bahasa Arab artinya bahagia. 

Jadi, 
jika bersedih, aku seharusnya merasa bersalah pada keduanya.

Dan sangat mungkin,
selama ini bahagiaku adalah salah satu yang dikabulkan Tuhan dari doa-doa mereka.

Minggu, 25 Oktober 2020

waktu.

Aku tidak bangun siang, tidak juga tidur lagi. 

Aku sudah membuat jadwal hal-hal yang harus kulakukan hari ini. Dan mengerjakannya satu persatu dengan selalu memperhatikan dan memperhitungkan waktu. 

Tapi waktu tetap tidak mau berkompromi. Dia bosan dengan aku yang selalu berjalan hati-hati. Dia ingin berlari.  

Baru saja selesai mengikuti kelas online, lalu menyiapkan materi untuk pertemuan pukul satu siang nanti,

Tiba-tiba waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. 

Masih banyak hal yang harusnya sudah kulakukan, tapi semua belum terlaksana pada kenyataan. 

Aku mencoba mengingat apa yang kulakukan dari tadi. 

Adakah waktu yang terbuang? Adakah waktu yang ku curi? 

Tapi seingatku tidak. Aku sudah berusaha memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. 

Atau mungkin aku salah. 

***

Seketika aku ingin menangis. 

Aku menjatuhkan diri lalu merengek kepada Tuhan, 

"Tuhan, banyak yang harus dan ingin kulakukan tapi waktu terlalu cepat berjalan." 

Lalu bersalah hadir dalam perasaan. 

Apakah ini balasan karena dulu aku sering menggunakan waktu tanpa tujuan?

Atau ini yang dikatakan tanda akhir zaman? 

Ketika waktu semakin cepat berlalu. 

Dan sayangnya, banyak manusia yang masih tertipu. Mungkin termasuk aku. 

Masih banyak buku yang belum ku baca, masih banyak ilmu yang belum ku pelajari, aku juga ingin sesekali  memanjakan diri. 

Tapi, waktu seakan tidak memberi izin untuk itu semua terjadi. 

Kemudian aku sadar, 

Merengek dan menyesali yang sudah terjadi ini pun membuang-buang waktu. 

***

Aku sadar.

Ada hal-hal yang tidak bisa aku kendalikan. 

Ada hal-hal yang memang seharusnya terjadi tanpa bisa aku hentikan. 

Termasuk sang waktu yang selalu ingin berlari.

Dia di luar kuasaku. 

Jadi, kenapa aku tidak mengendalikan apa yang aku bisa kendalikan?

***

Tugasku hanyalah mengerjakan kewajiban dengan sebaik-baiknya. 

Memenuhi lima waktu panggilanNya, mengisi hariku dengan terus melakukan hal-hal yang mengingatkanku pada-Nya, mengerjakan hal yang sudah diamanahkan padaku, menjaga dan merawat tubuh, pikiran, dan jiwaku. 

Masalah waktu. Itu bukan kuasaku. 

Allah tahu aku sudah berusaha sebaik-baiknya. Setidaknya jika nanti diminta pertanggungjawaban, aku sudah memiliki pembelaan. 

***

Tidak apa banyak buku yang belum ku baca. Satu persatu diselesaikan, yang terpenting adalah ilmunya. 

Tidak apa melakukan hal-hal semampuku. 

Menuntut ilmu itu waktunya selama aku masih diberikan kehidupan, jadi tidak harus semua ilmu ku teguk dalam satu kedipan. 

Tidak apa-apa tidak memiliki selalu memanjakan diri.

Tidak apa-apa. 




Minggu, 18 Oktober 2020

takut.

Setelah membaca buku Menentukan Arah karangan Mas Gun dan Mbak Apik, bab Rumah, halaman 109, aku jadi takut.

Takut bagaimana jika nanti setelah menikah, aku rindu rumah. 

Aku takut rindu ayah. 

Takut rindu kenangan bersama ibu. Aku rindu waktu-waktu ketika aku dan adik-adik berseteru, kemudian setelahnya kami sudah menertawakan sesuatu yang lucu.

Aku takut rindu dengan kamarku yang tidak selalu rapih memang, tapi selalu berhasil membuatku nyaman. Aku takut rindu dengan perjalanan antara kamar-dapur-kamar mandi dan sesekali singgah di meja makan. Aku takut rindu lantai kamar yang selalu berhasil membuatku tertidur meskipun setelahnya dimarahi ayah. Aku takut rindu tumpukan buku yang tidak beraturan dan dibaca sesukanya, sesuai mood saja. 

Tapi, aku juga takut jika yang terjadi sebaliknya. 

Takut bagaimana jika setelah menikah, aku tidak merindukan rumah. 

Bagaimana rumah yang saat ini ku tinggali, menjadi tempat berpulang dan meruntuhkan lelah setiap hari, tidak kurindukan lagi nanti?

Aku takut menyadari bahwa selama ini rumahku tidak terasa seperti 'rumah', melainkan hanya sekadar tempat singgah. 

Aku takut jangan-jangan, di alam bawah sadarku, aku menikah karena butuh sebuah pelarian dari rumah.


Semoga ketakutan tetaplah sekadar ketakutan.

Jumat, 16 Oktober 2020

ridho.

Sebisa mungkin,
hidup kita itu penuh dengan rasa tanya,

"Allah ridho gak, ya?"

Gak perlu mengkhawatirkan yang lain. 
Cukup itu aja.

Karena, tidak ada satu hal buruk pun yang akan terjadi jika Allah ridho.

Tolok ukurnya hanya Allah ridho, atau nggak. Kira-kira Allah suka, atau nggak.

Misalnya,
Allah suka kita mensyukuri nikmatnya dengan cara menikmati rezeki yang diberikan pada kita.
Entah itu harta, makanan, atau bentuk kebahagiaan lainnya.
tapi, Allah juga nggak suka dengan sesuatu yang berlebihan.

Kalau begitu, ya, sudah, secukupnya.

Yakin kalau bahagia kita itu tergantung ridho-Nya. 

Minggu, 11 Oktober 2020

Selesai.
Seperti sebuah pencegahan resiko dari hal-hal yang tidak inginkan terjadi, 

kehilangan juga butuh simulasi. 

Sabtu, 03 Oktober 2020

sepi.

aku bertanya pada diriku sendiri,

kenapa harus merasa kehilangan ketika belum memiliki?
kenapa harus merasa tidak berdaya tanpa keberadaannya? 
kenapa harus merasa tersiksa dengan sosok yang tidak ada? 

karena pun suatu saat bertemu dan disatukan,

kamu tidak akan sepenuhnya memiliki
kamu tidak akan selalu melihat keberadaannya di sisi
dan akan ada suatu masa ketika sosoknya kembali tidak bersama lagi

tidak ada yang benar-benar akan menemani
karena kita semua hanya singgah di dunia ini
ya, kan?